Metode Hypnoteaching
Metode Hypnoteaching
Karya: Rizki Siddiq
Nugraha
Istilah hypnoteaching berasal dari dua kata,
yakni hypno dan teaching. R. Bakir dan Sigit Suryanto (dalam Muhammad Noer, 2010,
hlm. 117) menyatakan bahwa “hypnosis adalah
fenomena mirip tidur, namun bukan tidur. Hypnoteaching
dalam pembahasan di sini dapat diartikan sebagai proses pengajaran yang dapat
memberikan sugesti kepada para peserta didik”. Adapun makna tidur tersebut
bukan berarti kondisi tidur secara normal, namun menidurkan sejenak aktivitas
pikiran sadar dan mengaktifkan pikiran bawah sadar. Hypnoteaching berkaitan dengan pemberian sugesti. Sejalan dengan
pendapat Bobby DePotter dan Mike Hernacki (dalam Ratnawati, 2005, hlm. 61)
bahwa “eksperimen yang dilakukan oleh Dr. George Lozanov yang berkutat pada suggestology atau suggestopedia menghasilkan sebuah prinsip bahwa sugesti dapat dan
pasti mempengaruhi situasi dan hasil belajar”. Menurut Yustisia (2012, hlm. 75)
“metode hypnoteaching juga dapat
didefinisikan sebagai metode pembelajaran yang dalam menyampaikan materi, guru
memakai bahasa-bahasa bawah sadar yang bisa menumbuhkan ketertarikan tersendiri
kepada peserta didik”.
Sebagai
gambaran, banyak masyarakat yang tidak mengetahui hipnosis akan tetapi
sebenarnya telah mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya
seorang guru yang piawai memberikan motivasi kepada anak didiknya untuk
belajar. “Guru-guru yang digandrungi oleh murid-muridnya dan dianggap sebagai
guru teladan, tanpa disadari sebenarnya guru tersebut telah mengaplikasikan teknik-teknik
hipnosis dalam kehidupan sehari-hari” (Andri Hakim, 2010, hlm. 4)
Kunci dari
metode hypnoteaching adalah bagaimana
guru bisa menciptakan lingkungan belajar yang nyaman secara intern (psikis)
maupun ekstern (fisik). “Karena ketika kenyamanan ada dalam pembelajaran,
mereka (peserta didik) akan merasakan pula proses belajar yang menyenangkan,
dan ketika dalam sebuah pembelajaran (terdapat) rasa nyaman dipastikan materi
yang disampaikan guru akan mudah sekali diserap oleh peserta didik” (Ratnawati,
2005, hlm. 71). Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi nyaman adalah
“kondisi yang diciptakan oleh operator hipnosis (guru) dengan sebuah komunikasi
yang berguna membawa subyek hipnosis (peserta didik) ke kondisi alam bawah
sadarnya” (Adi W. Gunawan, 2012, hlm. 54).
Metode hypnoteaching juga mendidik para guru
agar menjadi guru yang profesional, menjiwai perannya sebagai seorang guru,
yang merupakan sosok yang digugu dan ditiru, yang pada akhirnya mampu
memberikan contoh baik dari segi berbicara, bertingkah laku, berpenampilan,
karena peserta didik tidak akan bisa menjadi seperti apa yang kita inginkan
jika guru sebagai sang pemberi contoh justru tidak memberikan contoh yang baik.
Maka, penggunaan metode hypnoteaching
sangat mengharuskan guru menjiwai perannya dan menjadi guru yang profesional
karena dalam metode ini banyak sekali tuntutan bagi guru yang harus dipenuhi,
agar benar-benar menjadi guru yang memiliki daya magnet dalam menarik peserta
didik untuk menjadi orang yang berhasil dalam hal keilmuan dan moral.
Metode hypnoteaching dianggap sangat penting
dalam upaya pembelajaran terutama bagi peserta didik yang mengalami kegoncangan
jiwa dan kesulitan dalam mencerna suatu pembelajaran. Adapun manfaat hypnoteaching menurut Yustisia (2012,
hlm. 80), sebagai berikut:
1. Pembelajaran menjadi menyenangkan dan lebih mengasyikkan baik bagi
peserta didik maupun bagi guru.
2. Pembelajaran dapat menarik perhatian peserta didik melalui berbagai
kreasi permainan yang diterapkan oleh guru.
3. Guru menjadi lebih mampu mengelola emosi.
4. Pembelajaran dapat menumbuhkan hubungan yang harmonis antara guru
dan peserta didik.
5. Guru dapat mengatasi peserta didik yang mempunyai kesulitan belajar
melalui pendekatan personal.
6. Guru dapat menumbuhkan semangat peserta didik dalam belajar melalui
permainan hypnoteaching.
Pada konteks
suatu pembelajaran, pengajar memberikan materi pembelajarna kepada anak
didiknya agar dapat dipahami dan dimengerti oleh anak didik tersebut. Tujuan
suatu proses pembelajaran adalah seseorang yang belajar mampu mengetahui dan
memahami maksud dari data, informasi, dan pengetahuan yang mereka peroleh dari
sumber yang dapat dipercaya. Namun, sering kali seorang peserta didik dianggap
sebagai obyek pembelajaran, bukan sebagai subyek pembelajaran. “Hal ini terjadi
akibat dominasi dalam proses belajar mengajar sering dikendalikan secara penuh
oleh guru” (Andri Hakim, 2010, hlm. 12). Metode hypnoteaching dalam suatu pembelajaran maksudnya yaitu
mengaplikasikan hipnosis dalam pembelajaran/memanfaatkan inti dan substansi
dari ilmu hipnosis, yakni berkomunikasi dan sugesti, menarik perhatian siswa
dengan bahasa komunikasi persuasif yang lembut dan halus serta mengena. Setelah
itu, guru memberi masukan sugesti-sugesti positif pada peserta didik. Hipnosis
merupakan teknik yang memudahkan untuk membawa peserta didik masuk dalam
kondisi rileks. Pada kondisi hipnosis, ada sebuah kondisi pada saat ketika
seseorang mudah menerima saran, masukan, informasi, data bahkan pengetahuan
tertentu. Dengan demikian, secara otomatis seseorang dapat mengoptimalkan daya
serap, daya ingat, dan daya pikirnya.
Hipnosis
digunakan dalam sebuah pembelajaran guna menjadikan sebuah pembelajaran menjadi
lebih berkesan dan membuahkan hasil, hasil yang didapat tentunya peserta didik
dapat memahami materi yang dipelajari. Melalui motivasi yang diberikan secara
tidak langsung guru berupaya membawa peserta didik dalam kondisi aman, rileks,
dan nyaman. Ketika sudah merasa rileks dan nyaman, barulah guru diharapkan
dapat mengucapkan berulang kali sugesti-sugesti positif serta menyampaikan
materi dengan metode-metode lain yang menunjang guna memahamkan peserta didik
terhadap materi.
Adapun
unsur-unsur dari metode hypnoteaching,
sebagai berikut:
1. Penampilan guru
Langkah pertama yang harus diperhatikan guru dalam menggunakan metode hypnoteaching adalah dengan
memperhatikan performa atau penampilan guru. Guru dalam menggunakan metode hypnoteaching diharuskan berpakaian
serba rapi, jika memungkinkan bagi yang laki-laki hendaknya memakai dasi, dan
pakaian serasi. Penampilan yang baik tentunya akan menimbulkan rasa percaya
diri yang tinggi dan membantu dalam memberikan daya magnet yang kuat bagi
peserta didik.
2. Rasa simpati
Seorang guru harus mempunyai rasa simpati yang tinggi kepada peserta
didik sehingga peserta didiknya juga akan menaruh rasa simpati. Sebab, hukum
alam yang pasti berlaku adalah kaidah timbal balik. Jika guru memperlakukan
peserta didik dengan baik, peserta didik pun pasti akan bersikap baik. Meskipun
peserta didik tersebut nakal, namun ia pasti akan tetap merasa enggan dan
hormat kepada guru yang juga menghormatinya.
3. Sikap yang empatik
Sebagai seorang pendidik, bukan sekedar pengajar, seorang guru harus mempunyai
rasa empati. Ketika didapati ada atau banyak peserta didik yang bermasalah,
suka membuat ulah di sekolah, suka cari perhatian teman dan guru dengan
berbicara sendiri dan membuat ulah yang kurang baik, guru yang memiliki rasa
empatik tidak akan begitu saja menyematkan gelar peserta didik nakal. Guru
tersebut justru menyelidiki latar belakang yang menyebabkan tindakan peserta
didik tersebut dengan menggali dan mengumpulkan berbagai informasi yang ada
serta membantu peserta didik tersebut menjadi lebih baik dan maju.
4. Penggunaan bahasa
Guru yang baik hendaknya memiliki kosakata dan bahasa yang baik serta enak
didengar telinga, dapat menahan emosi diri, tidak mudah terpancing amarah, suka
menghargai karya, potensi, dan kemampuan peserta didik, tidak suka merendahkan,
menghina, mengejek, atau memojokkan peserta didik dengan berbagai ungkapan kata
yang tidak seharusnya keluar dari lidahnya. Guru yang dapat menjaga lisan
dengan baik, niscaya para peserta didik pun tidak akan berani mengakatakan
kalimat yang menyakiti hati. Paling tidak peserta didik yang dinasihati dengan
bahasa hati akan menuruti dengan sepenuh hati.
5. Peraga/ekspresi diri
Peraga merupakan salah satu unsur hipnosis dalam proses pembelajaran,
yang dimaksud adalah peraga berupa ekspresi diri. Seluruh anggota badan
digerakkan jika diperlukan. Tangan, kaki, mimik, dan suara dieksplorasi secara
maksimal serta optimal. Guru ketika menerangkan diusahakan menggunakan gaya
bahasa tubuh agar apa yang disampaikan semakin mengesankan dan untuk menerapkan
hal ini, terlebih dahulu guru harus menguasai materi yang akan disampaikan,
karena guru yang tidak menguasai materi biasanya akan mengajar peserta didik
dengan cara yang cenderung membosankan.
6. Motivasi peserta didik dengan cerita dan kisah
Salah satu keberhasilan hypnoteaching
adalah menggunakan teknik cerita dan kisah. Alangkah baiknya jika dalam
mengajar kita selalu menyelipkan kisah-kisah sesuai pelajaran yang sedang
menjadi pembahasan, karena dengan hal itu secara tidak langsung kita telah
memberikan motivasi positif, apalagi melihat peserta didik yang dipastikan
memiliki masalah pribadi masing-masing yang biasanya menganggu fokus pikiran
dan tidak termotivasi untuk belajar. Melalui cerita guru, secara tidak langsung
guru sedang menasihati peserta didik tanpa harus menggurui.
7. Kuasai pikiran peserta didik dengan menguasai hatinya
Di dalam mengajar, kuasai peserta didik terlebih dahulu, maka secara
otomatis akan mampu menguasai pikirannya. Artnya, diharapkan guru tidak
mengajar secara formal yang menjadikan suasana kelas menjadi kaku, miskin canda
tawa, miskin kreasi, dan tidak mengenal psikologi anak.
Menurut M. Noer
(dalam Yustisia, 2012, hlm. 85-88) ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan
guru dalam penerapan metode hypnoteaching,
langkah-langkah tersebut, sebagai berikut:
1. Niat dan motivasi
Kesuksesan seseorang sangat bergantung pada niatanya untuk senantiasa
berusaha dan bekerja dalam mencapai kesuksesan yang ingin diraih. Niat yang
besar dan tekad yang kuat akan menumbuhkan motivasi dan komitmen yang tinggi
pada bidang yang ditekuni. Sebagaimana seorang guru, guru yang memiliki
motivasi dan komitmen yang kuat terhadap profesinya, pasti akan selalu berusaha
yang terbaik menjadi guru yang patut dijadikan sosok yang pantas untuk digugu
dan ditiru oleh peserta didik.
2. Pacing
Pacing berarti menyamakan
posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan orang lain. Pada
konteks ini adalah bagaimana guru menyesuaikan diri dengan peserta didik.
Prinsip dalam langkah ini adalah manusia cenderung atau lebih suka berkumpul,
berinteraksi dengan manusia yang memiliki banyak kesamaan dengannya. Dengan
demikian, secara alami dan naluriah, setiap orang pasti akan merasa nyaman dan
senang berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan dengannya. Sebab hal
ini akan membuat seseorang merasa nyaman ketika berada di dalamnya, melalui
rasa nyaman yang bersumber dari kesamaan gelombang otak tersebut, setiap pesan
yang disampaikan dari satu orang pada orang lain akan dapat diterima dan
dipahami dengan baik.
3. Leading
Leading berarti memimpin atau
mengarahkan. Setelah guru melakukan pacing,
peserta didik akan merasa nyaman dengan susana pembelajaran yang berlangsung.
Ketika itu, setiap apapun yang diucapkan guru atau ditugaskan guru kepada
peserta didik, peserta didik akan melakukan dengan senang hati. Meskipun materi
yang dihadapi relatif sulit akan tetapi pikiran bawah sadar peserta didik akan
menangkap materi pelajaran yang disampaikan guru menjadi hal yang mudah.
4. Menggunakan kata-kata
positif
Langkah ini merupakan langkah pendukung dalam melakukan pacing dan leading. Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja pikiran
bawah sadar yang menerima apa saja yang diucapkan oleh siapa pun negatif maupun
positif, jadi hendaknya guru membiasakan untuk menggunakan kata-kata positif
agar tidak ada hal negatif yang diterima oleh alam bawah sadar peserta didik.
5. Memberikan pujian
Salah satu hal yang penting yang perlu diingat guru adalah adanya reward dan punishment. Pujian merupakan reward untuk meningkatkan harga diri seseorang.
Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang.
Sementara punishment merupakan
hukuman atau peringatan yang diberikan guru ketika peserta didik melakukan
tindakan yang kurang baik, tentunya dalam memberikan punishment guru melakukan dengan hati-hati agar punishment tersebut tidak membuat
peserta didik merasa rendah diri dan tidak bersemangat.
6. Modeling
Modeling merupakan proses pemberian teladan atau contoh melalui ucapan
dan perilaku yang konsisten. Hal ini merupakan sesuatu yang penting dan menjadi
kunci keberhasilan penerapan metode hypnoteaching.
7. Mengusai materi secara
komprehensif
Guna mendukung serta memaksimalkan penerapan metode hypnoteaching, sebaiknya guru menguasai materi pembelajaran secara
komprehensif. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan peserta didik secara
aktif dalam proses pembelajaran, sebisa mungkin menyampaikan materi secara
kontekstual, memberi kesempatan peserta didik melakukan pembelajaran secara
kolaboratif, dan memberi umpan balik secara langsung kepada peserta didik.
Tidak kalah penting pemberian motivasi dan sugesti positif harus sering
dilakukan selama pembelajaran berlangsung.
Sebagai suatu
metode, hypnoteaching tidak lepas
dari kelebihan dan kekurangan tersendiri, adapun kelebihan dari penerapan
metode hypnoteaching menurut Yustisia
(2012, hlm. 83), sebagai berikut:
1. Peserta didik dapat berkembang sesuai dengan minat dan potensi yang
dimiliki.
2. Guru dapat menciptakan proses pembelajaran yang beragam sehingga
tidak membosankan bagi peserta didik.
3. Tercipta interaksi yang baik antara guru dan peserta didik.
4. Materi yang disajikan mampu memusatkan peserta didik.
5. Materi mudah dikuasai peserta didik, sehingga mereka lebih
termotivasi untuk belajar.
6. Banyak terdapat proses pemberian keterampilan selama pembelajaran.
7. Proses pembelajaran bersifat aktif.
8. Peserta didik lebih dapat berimajinasi dan berpikir secara kreatif.
9. Sebab tidak bersifat hafalan, daya serap peserta didik akan lebih
cepat dan bertahan lama.
10. Pemantauan guru akan peserta didik menjadi lebih intensif.
11. Sebab pembelajaran dilaksanakan secara rileks dan menyenangkan,
hal ini membuat peserta didik merasa senang dan bersemangat ketika mengikuti
pembelajaran.
Adapun
kelemahan penerapan metode hypnoteaching
menurut Yustisia (2012, hlm. 83), sebagai berikut:
1. Banyaknya peserta didik yang berada dalam satu kelas mengakibatkan
guru merasa kesulitan untuk memberikan perhatian satu per satu kepada peserta
didik.
2. Guru perlu belajar dan berlatih untuk menerapkan metode hypnoteaching.
3. Metode hypnoteaching
masih tergolong dalam metode baru dan belum banyak digunakan oleh guru di
Indonesia.
4. Kurang tersedianya sarana dan prasarana di sekolah yang dapat
mendukung penerapan metode hypnoteaching.
Referensi
Gunawan,
A. W. (2012). Hypnotherapy for Children.
Jakarta: Gramedia.
Hakim,
A. (2010). Hypnosis in Teaching.
Jakarta: Visi Media.
Noer,
M. (2010). Hypnoteaching for Success
Learning. Yogyakarta: PT Bintang Pustaka Abadi.
Ratnawati
(2005). Aplikasi Quantum Learning. Jurnal
Pendidikan Islam, 14 (1), hlm 61-71.
Yustisia,
N. (2012). Hypnoteaching Seni
Mengeksplorasi Otak Peserta Didik. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Sumber: https://www.tintapendidikanindonesia.com/2017/08/metode-hypnoteaching.html